Wednesday, April 18, 2007

MENGAPA AKU DICIPTAKAN

Sudah jam 3 pagi, proposal belum selesai juga. Pikiran buntu, punggung pegal dan ditambah perut keroncongan karena terakhir diisi sore tadi. Untungnya masih ada Stirling Rocks (Australian Cabernet Shiraz) setengah botol. Ahh, minuman kesukaan Umar Kayyam ini memang benar-benar manjur untuk melangutkan imajinasi, membawa ingatan ke masa lampau, 15 tahun yang lalu.

15 tahun yang lalu, masa-masa di SMA, botol yang kucekik dan tuangkan isinya ke dalam perut adalah VODKA dengan kadar alkohol 40%. Setiap hari bisa kuhabiskan 1 botol sendiri. Aku bukan pemabuk. Namun kuharap alkohol yang bersenyawa dengan darah dapat memabukkan diriku sehingga dapat berhenti berpikir, karena kala itu aku takut untuk berpikir. Aku takut berpikir untuk menjawab pertanyaan yang selalu berkecamuk dalam benak semenjak di SMP. Pertanyaan itu adalah: Mengapa Tuhan menciptakan manusia, alam semesta dan segala isinya, padahal Tuhan tidak membutuhkan makhluk-Nya untuk keberadaan-Nya?

Pernah kutanyakan pertanyaan itu kepada seorang guru agama Islam di SMA. Beliau mengatakan bahwa di dalam sebuah ayat Al Quran, Allah SWT berfirman,"Tidak akan Aku ciptakan Jin dan Manusia melainkan untuk menyembah kepada-Ku." Jadi menurut beliau, alasan kita diciptakan adalah untuk menyembah kepada Tuhan. Jawaban yang pas berdasarkan dalil naqli, namun tidak masuk akal bagiku. Inti pertanyaanku adalah mengapa kita diciptakan, bukannya harus melakukan apa setelah diciptakan. Lagipula Tuhan, Sang Kausa Prima bukanlah suatu zat yang gila sembah.

Keinginan mendapatkan jawaban dari pertanyaan tersebut membawaku ikut pengajian PARAMADINA, yang pada saat itu masih baru dibuka di pertokoan Plasa Pondok Indah. Dari beberapa kali lontaran pertanyaan kepada para pengajar disana, salah satu jawaban yang kuingat berasal dari Bapak Zainun Kamal. Beliau mengatakan, menurut Hadith Qudsi, Allah SWT mengatakan,"Aku adalah sesuatu yang tersembunyi, oleh karena itu Aku berkehendak untuk dikenal oleh makhluk-Ku." Intinya menurut beliau, segala penciptaan cosmos terjadi karena Sang Khalik berkehendak demikian. Namun jawaban itu tetap belum memuaskan batin karena belum menjawab esensi pertanyaanku, yaitu mengapa terjadi penciptaan kalaulah yang menciptakan tidak membutuhkan ciptaan-Nya. Kalau dianalogikan, untuk apa seseorang menciptakan sesuatu yang tidak dia butuhkan? Untuk iseng-iseng mengisi waktu kah? Naudzubillahi min Dzalik. Dan saya yakin Sang Pencipta bukanlah zat yang berkehendak karena iseng.

Beberapa kali aku berdiskusi dengan Mas Komarudin Hidayat, baik di rumahnya maupun di rumahku. Jawabah beliau bahwa Tuhan adalah Ar Rahman, maka sebagai pengejawantahan kasih-Nya, Tuhan menciptakan alam semesta dengan segala isinya ini. Aku berterima kasih atas kesempatan diskusi tersebut. Sayangnya, jawaban itu pun masih belum dapat memuaskan batin ini.

Tatkala aku mencoba memecahkan pertanyaan tersebut, kadangkala urat-urat nadi di leher mengejang kencang dan kepala panas serasa mau pecah, karena mencoba menyelami persoalan yang tidak ada referensinya dalam dunia, dimana referensinya ada sebelum dunia ini ada, sebelum Big Bang terjadi. Biasanya aku langsung membenamkan kepala ke dalam bak mandi, untuk mendinginkan kepala dan menenangkan pikiran, karena takut menjadi gila.

Pernah sampai satu kesimpulan bahwa aku diciptakan karena keisengan Tuhan. Dan aku meminta ibuku, sebagai makhluk yang melahirkan diriku ke dunia, untuk mengambil nyawa ini, karena aku tidak mau diciptakan sebagai korban keisengan Tuhan. Aku tidak mau hidup, tapi takut bunuh diri. Hampir setiap hari aku berkelahi, berharap mati dalam pertarungan, namun sayangnya jangankan mati, kalah bertarungpun tak pernah. Naik gunung telanjang, berbekal hanya 1 bungkus Indomie, 1 botol aqua plus 2 botol vodka beberapa kali kutempuh. Ternyata bukan kematian yang kudapat, melainkan hanya masuk angin sampai muntah-muntah dan dikerok tukang pijit langgananku sesampainya di rumah. Itulah alasanku minum VODKA setiap hari. Karena aku takut berpikir.

Sepanjang proses pencarian, akhirnya kudapat secercah cahaya terang kala mengikuti pesantren kilat di daerah Puncak. Di bawah langit penuh bintang, aku berdiskusi semalaman dengan Imam Besar Mesjid Istiqlal. Beliau tidak memberikan jawaban, melainkan jalan dan affirmasi bahwa proses pencarianku tidaklah salah. Beliau menceritakan kisah Ibrahim mencari Tuhan. Bagaimana Ibrahim melalui proses meyakini dan meragukan benda-benda langit sebagai Tuhan, sampai akhirnya Ibrahim menemukan esensi ke-Tauhid-an, adalah suatu perjalanan panjang. Beliau menyitir beberapa ayat Al Quran dalam surat Ar Rahman yang kesimpulannya bahwa Tuhan mempunyai Rahasia-Rahasia dan makhluknya diperbolehkan untuk berusaha mengetahuinya, namum hanya orang-orang tertentu yang mampu menembus Rahasia-Rahasia-Nya.

Ternyata bukan jawaban yang aku butuhkan. Jalan atau Cara atau "The Way" lah yang kuperlukan. Ibarat pepatah Indian, "Jangan berikan dia ikan. Ajarkanlah ia bagaimana mengail ikan," maka petuah beliau selalu melekat dalam benak, terpatri dalam sanubari.

Sampai beberapa bulan kemudian, di pagi hari, aku mendengar suara teriakan berulang-ulang di telinga dan masuk lubuk hati. Suara yang menggetarkan seluruh simpul saraf di tubuh ini, memberikan jawaban atas pertanyaan yang sudah berkecamuk di pikiran, hati dan kalbu selama lebih dari 5 tahun. Tuhan Maha Besar. Kini aku masih minum, walau hanya sebatas anggur. Namun kini, aku minum anggur untuk mengapresiasi nikmat kehidupan yang telah diberikan kepadaku.

No comments: