Wednesday, April 18, 2007

MENCINTAI PEKERJAAN ANDA

Cinta! Sebuah kata magis nan erotis. Pemaknaan cinta erotis yang terwujud dalam tindakan dapat meluluhlantakkan suatu negeri, seperti banyak dikisahkan dalam era kekaisaran Romawi. Di lain sisi, perpaduan cinta erotis dan cinta Tuhan mampu menggerakkan Syah Jehan mendirikan karya arsitektur teragung dan terindah sepanjang zaman, yaitu Taj Mahal. Cinta, apapun pengertian dan pemahaman di dalamnya serta apapun objek dan tujuannya, tak pelak lagi merupakan kekuatan penggerak teramat besar dalam bergagas, berpikir dan bertindak sehingga mampu membawa perubahan di sekeliling kita. The moment we indulge our affections, the earth is metamorphosed (Emerson).

Lalu apa kaitan antara cinta dan pekerjaan anda? Cinta lahir dari kebebasan. Cinta tidak akan terwujud karena paksaan. Namun, apapun jenis pekerjaan yang anda geluti saat ini, baik sebagai eksekutif pemasaran, pengacara, bankir maupun pengusaha, berapa banyak dari anda yang menjalaninya tanpa adanya suatu paksaan? Anda yang saat ini berprofesi sebagai pengacara di sebuah Law Firm terkemuka, siapa tahu dulu bercita-cita menjadi tenaga sosial dalam program penanggulangan kelaparan pada sebuah negara tertinggal di benua Afrika. Tetapi, karena dorongan keluarga dan tekanan urban llifestyle, anda terpaksa meniti karir di bidang hukum.

Bahkan sampai saat inipun anda terpaksa mengikuti peraturan kerja yang telah digariskan oleh kantor anda. Masuk kerja pukul 9 pagi, menyusun laporan-laporan, pulang kerja pukul 5 sore dan ditambah kemacetan lalu lintas, menjadi rutinitas sehari-hari. Bila bekerja dilakukan dengan terpaksa, maka apalah perbedaan anda dengan sebuah excavator, yang 12 jam sehari dan 6 hari seminggu dipaksa menggali bahan galian tambang, sampai habis umur ekonomisnya dan menjadi besi tua rongsokan?

Cinta bukanlah masalah untuk dicintai, namun kemampuan untuk mencintai. Bagaimana mungkin anda mampu mencintai pekerjaan anda saat ini, bila pekerjaan tersebut lahir dan dijalani karena keterpaksaan? Beruntunglah orang-orang yang mempunyai kebebasan dalam menentukan pekerjaannya. Tentu mereka mampu mencintai pekerjaannya.

Saya teringat beberapa tahun yang silam kedatangan seorang nenek dari sebuah yayasan penyebaran agama Islam di pedalaman Irian. Penuh gairah beliau bercerita betapa menyenangkannya mendapatkan anak-anak suku asli pedalaman Irian dengan ditukarkan sembako ke orang tuanya, sampai dengan suka duka dalam mendidik anak-anak tersebut. Dapatkah anda bayangkan, beliau datang ke rumah kami dengan angkutan umum untuk mengambil barang sumbangan yang kami janjikan, yang kemudian dipanggul dengan tubuh bongkoknya, tanpa mau kami antarkan sama sekali. Dan itu semua beliau lakukan dalam usia yang sudah mendekati 80 tahun pada saat itu. Cinta dan pengabdian kepada Tuhan dan anak-anak mampu memberikan energi luar biasa kepada tubuh renta tersebut untuk membawa suatu perubahan nun jauh di pedalaman Irian.

Kemudian, bagaimana dengan anda (termasuk saya sendiri) yang tidak memiliki keberuntungan untuk dapat memilih pekerjaan yang dikehendaki? Bila kita tidak mampu merubah suatu keadaan, maka ubahlah cara pandang kita terhadap keadaan tersebut. Walaupun kita terpaksa menggeluti pekerjaan kita saat ini, kita bebas metentukan tujuan-tujuan dari hasil kerja kita. Hasil kerja yang berupa materi dapat ditujukan untuk menafkahi keluarga, berderma untuk kaum papa atau disimpan untuk mewujudkan cita-cita. Pandanglah pekerjaan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Jika kita bebas menentukan tujuan, maka kita mampu untuk mencintainya. Dan tentunya kita mampu mencintai alat pencapaian tersebut, yaitu pekerjaan kita.

Cinta bukanlah suatu perasaan senang sesaat, namun suatu seni yang membutuhkan pengetahuan dan perjuangan. Salah satu ciri dari cinta adalah memberi. Pekerjaan kita, apapun itu, tentu akan selalu berhubungan dengan orang lain. Bahkan seorang pelukis pun membutuhkan pemasok kanvas dan cat minyak. Dalam belajar mencintai pekerjaan kita, mulailah dengan belajar memberi kepada orang-orang yang berhubungan dengan pekerjaan kita. Belajarlah memberi dengan penuh ketulusan hati dan tanpa pamrih apapun. Everything that lives, lives not alone, nor for itself (William Blake).

Coba dengarkan dan resapkan ucapan terima kasih dari orang yang menerima pemberian tulus kita. Saya yakin kita akan merasakan kesejukan dan kegembiraan yang luar biasa dalam lubuk hati. Mulailah kebiasaan memberi tersebut dari hal yang paling sederhana, yaitu sebuah senyum tulus. Berikanlah senyum tulus kepada teman sejawat, atasan maupun bawahan kita. Resapkanlah kegembiraan hati yang kita terima dari senyuman balik mereka. Rasakanlah cinta bersemi dalam lingkungan kerja kita. Man is but a network of relationships and these alone matter to him (St. Exupery).

Ketika kita mampu mencintai pekerjaan kita, bekerja bukanlah suatu beban lagi, malahan menjadi sarana untuk membawa suatu perubahan dan menjadi ajang aktualisasi diri. Walaupun perubahan yang kita ciptakan hanyalah sebatas lingkungan kerja penuh senyum tulus, namun itu sangatlah berarti bagi kebanyakan kita, manusia-manusia urban yang sudah impotent tersenyum menyapa mentari pagi. We are each of us angels with only one wing. And we can only fly embracing each other (Luciano de Crescenzo).

No comments: